Selasa, 01 Oktober 2013

Fiqh Muamalat : IJARAH DAN IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK

       I.            IJARAH
A.    Pengertian Ijarah [1]
Al ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya al-‘iwadh, yang arti dalam bahasa Indonesia ialah ganti dan upah.
Sedangkan menurut istilah, para ulama perbeda pendapat mendefinisikan al ijarah, antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut Hanafiyah  bahwa ijarah ialah:
عُقْدٌ يُفِيْدُ تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ مَعْلُوَمَةٍ مَقْصُوْدَةٍ مِنَ الْعَيْنِ الْمُسْتَأ جِرَةِ بِعَوْضٍ
“Akad untuk membolehkan pemilikan manfaat yang diketahui dan disengaja dari suatu zat yang disewa dengan imbalan”.
2.      Menurut Malikiyah bahwa ijarah ialah:
تَسْمِيَةُ التَّعَاقُدِ عَلَى مَنْفَعَةِ الآدَمِىِّ وَ بَعْضِ المَنْقُوْلاَنِ
“Nama bagi akad-akadd untuk kemanfaatan yang bersifat manusiawi dan untuk sebagian yang dapat dipindahkan”.
3.      Menurut Muhammad Al-Syarbini al-Khatib bahwa ijarah ialah:
تَمْلِيْكُ مَنْفَعَةٍ بِعِوَضٍ بِشُرُوْطٍ
“Pemilikan manfaat dengan adanya imbalan dan syarat-syarat”.
4.      Menurut Sayyid Sabiq bahwa ijarah ialah suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dipahami bahwa ijarah adalah menukar sesuatu dengan ada imbalan.

B.     Dasar Hukum Ijarah [2]
Dasar-dasar hukum ijarah adalah Al-Qur’an, sunnah, dan ijma’.
1.      Dasar hukum ijarah dalam Al-Qur’an adalah:
فَإِنْ أَرْضَعْنَ لَكُمْ فَأْتُوْ هُنَّ أُجُوْرَهُنَّ
“Jika mereka telah menyusukan anakmu, maka berilah upah mereka (Al-Thalaq: 6)”.
2.      Dasar Hukum ijarah dari Hadits/sunnah adalah:
أُعُطُوا اْلأَجِيْرَأَجْرَهُث قَبْلَ اَنْ يَّجِفَ عُرُقُهُ
“Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering”  (Riwayat Ibnu Majah)
3.      Ijma ulama
Semua ahli fiqih sepakat akan kebolehan ijarah, dikarenakan kebutuhan manusia akankemanfaatan dari ijarah.

C.    Rukun dan Syarat Ijarah [3]
Menurut Hanafiyah rukun ijarah hanya satu yaitu ijab dan qabul dari dua belah pihak yang bertransaksi. Adapun menurut Jumhur Ulama rukun ijarah ada empat yaitu:
1.      Dua orang yang berakad (akid) yaitu mu’jir (orang yang menyewakan atau orang yang memberi upah) dan musta’jir (orang yang menyewasesuatu atau menerima upah).
2.      Sighat
3.      Sewa atau imbalan
4.      Manfaat
Adapun syarat-syarat ijarah sebagai berikut:
1.      Dua orang yang berakad (akid). Menurut ulama Syafiiyah dan Hanabalah dua orang yang berakad disyaratkan telah baligh dan berakal. Oleh sebab itu, apabila orang yang belum atau tidak berakal ijarahnya tidak sah. Akan tetapi, ulama Hanafiyah dan Malikiyah berpendapat bahwa kedua orang yang berakad tidak harus berakal dan baligh. Oleh karenanya, anak yang baru mumayiz pun boleh melakukan akad ijarah, hanya pengesahannya perlu persetujuan walinya.
2.      Kedua belah pihak yang berakad menyatakan kerelaannya untuk melakukan akad ijarah. Apabila salah seorang diantaranya terpaksa melakukan akad ini, maka akad ijarah tidak sah.
3.      Sighat
Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal, cengan cara penawaran dari penilik asset (lembaga keuangan syariah) dan penerimaan yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
4.      Ujrah (upah)
Para ulama telah menetapkan syarat upah, yaitu:
a.       Berupa harta tetap yang diketahui oleh kedua belah pihak.
b.      Tidak boleh sejenis dengan barang manfaat dari ijarah, seperti menyewa rumah dengan menempati rumah tersebut.
4.      Manfaat yang menjadi objek ijarah harus diketahui, sehingga tidak muncul perselisihan dikemudian hari. Apabila manfaat menjadi objek yang tidak jelas, maka akadnya tidak sah. Kejelasan manfaat itu dapat dilakukan dengan menjelaskan jenis manfaatnya dan penjelasan berapa lama manfaat itu ditangan penyewanya.

D.    Sifat dan Hukum Akad Ijarah [4]
Mengenai sifat akad ijarah, para ulama fiqih berbeda pendapat dalam mensifati akad ijarah. Ulama Hanafiyah berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, tetapi boleh dibatalkan secara sepihak apabila terdapat uzur dari salah satu pihak yang berakad. Sedangkan jumhur ualama berpendapat bahwa akad ijarah bersifat mengikat, kecuali terdapat cacat atau barang itu tidak boleh dimanfaatkan.
Sedangkan hukum akad ijarah, terdapat dua hokum yaitu:
1.      Hukum ijarah sahih
Yaitu tepatnya kepemilikan kemanfaatan bagi penyewa dan tepatnya upah bagi pekerja atau orang yang menyewakan, sebab ijarah termasuk akad jual beli pertukaran hanya saja dalam bentuk kemanfatan.
2.      Hukum ijarah rusak
Menurut ulama Hanafiyah, jika penyewa telah mendapatkan manfaat tetapi orang yang menyewakan atau yang bekerja dibayar lebih kecil dari kesepakatan pada waktu akad, bila kerusakan tersebut terjadi pada syarat. Akan tetapi, jika kerusakan disebabkan penyewa tidak member tahukan jenis pekerjaan perjanjiannya harus diberikan semestinya.

E.     Macam-macam Akad Ijarah [5]
Dalam hukum islam ada dua jenis ijarah, yaitu:
1.      Ijarah yang berhubungan dengan sewa jasa, yaitu memperkerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa.
2.      Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Bentuk ijrah seperti ini mirip dengan leasing (sewa) pada bisnis konvensional.

F.     Pembatalan dan Berakhirnya Ijarah [6]
Ijarah adalah jenis akad lazim, yaitu akad yang tidak membolehkan adanya fasakh pada salah satu pihak, karena ijarah merupakan akad pertukaran, kecuali bila didapati hal-hal yang mewajibkan fasakh.
Ijarah akan mendai fasakh (batal) bila ada hal-hal sebagai berikut:
1.    Terjadinya cacat pada barang sewaan yang terjadi pada tangan penyewa.
2.    Rusaknya barang yang disewakan.
3.    Rusaknya barang yang diupahkan (ma’jur ‘alaih).
4.    Terpenuhinya manfaat yang diakadkan, berakhirnya masa yang telah ditentukan dan selesainya pekerjaan.
5.    Menurut Hanafiyah, boleh fasakh ijarah dari salahg satu pihak seperti yang menyewa took untuk dagang, ke,mudian dagangannya ada yang mencuri, maka ia dibolehkan memfasakhkan sewaan itu.

    II.            IJARAH MUNTAHIA BITTAMLIK
A.    Pengertian Ijarah Muntahia Bittamlik
1.      Menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 dan Peraturan Bank Indonesia akad ijarah muntahiya bittamlik" adalah Akad penyediaan dana dalam rangka memindahkan hak guna atau manfaat dari suatu barang atau jasa berdasarkan transaksi sewa dengan opsi pemindahan kepemilikan barang.
2.      Ijarah Muntahiya Bittamlik adalah sejenis perpaduan antara kontrak jual beli dan sewa lebih tepatnya akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat permindahan kepemilikan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa. [7]

B.     Rukun dan Syarat Ijarah Muntahia Bittamlik
Dalam semua pembiayan murabahab, termasuk pembiayaan KPR syariah, terdapat rukun ijarah muntahia bittamlik diantaranya:
1.      Adanya pihak yang berakad.
2.      Objek yang diakadkan.
3.      Akad/sighat
Dengan mengacu pada murobahah dapat disimpulkan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam transaksi KPR Syariah adalah sebagai berikut:
1.      Pihak bank harus memberitahukan biaya pembelian rumah kepada nasabah
2.      Kontrak transaksi harus sah dan terbebas dari riba.
3.      Objek transaksi jelas.
4.      Penjual harus menjelaskan semua hal yang berkaitan dengan proses perolehan barang tersebut.
Selain itu juga, dalam pelaksanaan akad IMBT ada ketentuan ketentuan yang bersifat umum dan ketentuan bersifat khusus. Adapun ketentuan yang bersifat umum dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
1.      Rukun dan syarat yang berlaku dalam akad ijarah berlaku pula dalam aqad IMBT,
2.      Perjanjian untuk melakukan akad IMBT harus disepakati ketika akad ijarah ditandatangani,
3.      Hak dan kewajiban setiap pihak dijelaskan dalam aqad.
Sedangkan ketentuan yang bersifat khusus dalam akad ijarah muntahiya bittamlik sebagai berikut:
1.      Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan baik dengan jual beli (bai’) atau pemberian (hibah) hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
2.      Janji pemindahan kepemilikan yang disepakati diawal akad ijarah adalah wa’ad (janji) yang hukumnya tidak mengikat. Apabila wa’ad (janji) dilaksanakan, maka pada akhir masa ijarah (sewa) wajib dibuat akad pemindahan kepemilikan. Artinya dalam akad IMBT tidak bertentangan dengan prinsip syariah yaitu melarang 2 (dua) akad dalam satu perjanjian. Namun Ijarah Muntahiya Bittamlik memiliki perbedaan dengan leasing konvensional.

C.    Landasan Hukum Ijarah Muntahia Bittamlik
Sebagai suatu transaksi yang bersifat tolong menolong, ijarah mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Quran dan Hadist. Konsep ini mulai dikembangkan pada masa Khalifah Umar bin Khattab yaitu ketika adanya sistem bagian tanah dan adanya langkah revolusioner dari Khalifah Umar yang melarang pemberian tanah bagi kaum muslimin di wilayah yang ditaklukkan. Langkah alternatif dari larangan ini adalah membudayakan tanah berdasarkan pembayaran Kharaj dan Jizyah. Landasan ijarah disebut secara terang dalam Al-Qur’an dan Hadist.Dalam Al-Qur’an Surat Al Baqarah Ayat 233 Allah menjelaskan bahwa :

Artinya: ”dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. 
Dalam ayat diatas dijelaskan bahwa tidak berdosa jika ingin mengupahkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat harus membayar upah terhadap pekerjaan tersebut, dalam ayat ini dijelaskan bahwa jika ingin anak-anak disusui oleh orang lain, maka pekerjaan seperti ini tidak berdosa asalkan kita membayar upah. Jika dipahami lebih dalam ayat ini mengisyaratkan kebolehan untuk menyewa jasa orang lain dalam melakukan sesuatu pekerjaan yang kita butuhkan.

E.     Pembiayan Ijarah Muntahiya Bittamlik
Al-bai ijarah muntahiya bittamlik merupakan rangkaian dua buah akad, yakni akad al bai dan akad ijarah muntahiya bittamlik. Al bai merupakan akad jual beli, sedangkan ijarah muntahiya bittamlik merupakna kombinasi antara sewa menyewa (ijarah) dan jaul belia atau hibah diakhir masa sewa. Dalam ijarah muntahiya bittamlik, pemindahan hak milik barang terjadi dengan salah satu dari dua cara berikut:
1.      Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.

2.      Pihak yangmenyewakan berjanji akan mengubah barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
Dalam ijarah muntahiya bittamlik terjadi kepemindahaan hak milik barang yaitu dengan cara pembiayaan murobahah. Adapun factor atau rukun yang harus ada dalam pembiayaan murobahah adalah:
1.      Pelaku (pemilik modal maupun pelaksana usaha)
2.      Objek mudhorabah (modal dan kerja)
3.      Persetujuan kebelah pihak
4.      Nisbah keuntungan

0 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Blogger news

Blogroll

Blogger templates

Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Pages - Menu

Popular Posts